• Memeriksa...
  • Fenomena Hypebeast yang Mendongkrak Streetwear Sebagai Barang Mewah

        Fenomena Hypebeast yang Mendongkrak Streetwear Sebagai Barang Mewah

        Di mata para pelakunya, Hypebeast bukan lagi sekadar tindakan konsumtif. Tapi cara mereka dalam unjuk gaya hidup hingga sarana panjat sosial agar tetap eksis di lingkaran perkawanan. Entah siapa yang awalnya memulai, tapi video tantangan yang berisi pertanyaan sakral “Berapa harga outfit

        lo?” sudah marak direproduksi dan bergentayangan di media sosial kita sejak beberapa tahun silam. Dalam video ini, kamu akan berjumpa dengan para pemuda yang dengan bangganya membeberkan harga sneaker, hoodie, atau kaus yang mereka kenakan yang gak jarang nominal totalnya bisa berlipat-lipat angka UMR satu provinsi. Para subjek wawancara singkat ini bisa digolongkan ke dalam kelompok

        Hypebeast.

        Apa itu Hypebeast? Dari sekian definisi nyeleneh yang tercantum di Urban Dictionary, ada satu penjelasan paling berterima yang menyebut bahwa

        Hypebeast adalah sebuah istilah yang merujuk pada seseorang yang menggemari tren berpakaian mewah dan mahal, utamanya sepatu ama baju.

        Hypebeast bisa juga diartikan sebagai fenomena atau gaya hidup anak-anak muda, umumnya berasal dari kaum Milennial dan Gen Z, yang mendewakan barang-barang branded dan punya kecenderungan buat bikin orang-orang terkesan sama apa yang mereka kenakan.

        Hypebeast level “hardcore” siap merogoh kantong sampai jebol demi mengejar status eksklusif dan keren di circle mereka. Nggak peduli apakah itu uang hasil lembur atau warisan orang tua. Gak peduli seirasional apa harga yang dipasang produsen, pokoknya mereka pasti beli. Karena buat mereka, uang bisa dicari lagi, tapi tampil kekinian di hadapan orang-orang mesti didahuluin. Desakan untuk terlihat keren juga membuat mereka melakukan hal yang kadang dianggap berlebihan buat sebagian orang. Tengok aja acara peluncuran produk baru dari Yeezy atau Supreme yang kerap dihiasi antrean panjang para pemuda yang sebagian di antaranya bahkan rela bermalam di trotoar jalan demi mendapatkan barang yang mereka idamkan.

        Dampak fenomena Hypebeast pada brand streetwear

        Streetwear merupakan gaya berbusana yang lahir dari budaya hip-hop, skate, dan surf di Amerika Serikat dan mengglobal sejak tahun ‘90-an. Streetwear disebut-sebut merupakan akar lahirnya subkultur hypebeast yang istilahnya semakin dipopulerkan oleh sebuah website dengan nama Hypebeast bentukan tahun 2005. Website, yang pada saat itu masih berupa blog, ini fokus menyajikan informasi soal sneaker-sneaker ekslusif. Seiring waktu, bersama

        Highsnobiety yang juga didirikan pada tahun yang sama, website ini merambah produk streetwear yang lain dan menjadi salah satu rujukan penting para Hypebeast hingga sekarang. Kedua website ini pula yang mungkin telah menjadi salah satu faktor yang makin mengukuhkan fenomena

        Hypebeast seperti yang kita kenal sekarang. Brand-brand streetwear berpengaruh macam Stussy, BAPE, Palance, dan tentunya Supreme termasuk ke dalam jajaran brand yang sangat diuntungkan oleh ramainya gaya hidup Hypebeast. Ketika

        brand fesyen umumnya menurunkan harga demi melipatgandakan cuan, brand streetwear premium justru percaya diri memasang harga fantastis yang ironisnya tetep bakal laku dibeli oleh para pelaku Hypebeast. Teknik marketing mereka juga jempolan. Untuk mengerek rasa penasaran peminatnya,

        brand streetwear premium sering melepas suatu produk dalam jumlah terbatas. Mengenakan sneaker atau topi limited edition pasti memberi rasa prestise tersendiri bagi pemakainya. Barang model begini juga menjadi incaran kolektor serta bisa dijual lagi dengan harga jauh lebih mahal. Jangan lupa kolaborasi dengan artis papan atas. Misalnya Air Jordan yang menggandeng Travis Scott buat masarin sneaker vintage mereka. Sementara itu Off White dan Nike bekerja sama dengan Serena Williams untuk merilis sepatu antik bergaya sporty. Enggak ketinggalan brand mapan kayak Adidas yang merekrut Pharrel Williams buat mempertegas dominasinya di pasar

        streetwear. Supreme lebih gila lagi. Brand yang dibangun oleh James Jebbia ini menyebarluaskan pengaruhnya dengan bekerja sama dengan berbagai brand non-fesyen. Mulai dari gitar, perahu karet, sepeda motor, sarung tinju, pemukul bisbol, hingga koper dan bahkan Oreo! Semua itu didukung oleh kehadiran media sosial yang menjadi medium terbaik para brand

        streetwear di atas untuk menggoyahkan iman konsumennya. Nggak heran kalau pemuda Hypebeast nggak lagi mengandalkan acara gede buat nampilin outfit mewah mereka, tapi udah sering dipake pas hari-hari biasa juga. Nggak salah juga kalau kamu jadi tertarik buat ngikutin gaya hidup

        Hypebeast. Tapi bagaimanapun, kamu mesti tetep bijak menyikapinya dan jangan sampai terjebak lingkaran konsumerisme.

        • Suka
        • Bagikan
          • Lapor
        • Memuat artikel lainnya...