• Memeriksa...
  • Mengapa Setiap Generasi Berpikir Mereka Lebih Baik Dibanding Generasi Penerusnya

        Mengapa Setiap Generasi Berpikir Mereka Lebih Baik Dibanding Generasi Penerusnya

        Dulu, boomer dan Gen X mengeluhkan millennial. Sekarang, millennial mengeluhkan Gen Z. Well, guess what? Pola ini sudah ada sejak lama akan berulang terus sampai Gen Alpha dan seterusnya.

        “Every generation imagines itself to be more intelligent than the one that went before it, and wiser than the one that comes after it.” ― George Orwell “Anak-anak zaman sekarang menyukai kemewahan, mereka memiliki perilaku buruk, tidak patuh terhadap otoritas, tidak sopan terhadap orang yang lebih tua, dan senang mengobrol di tempat yang tidak seharusnya.” Sering mendengar keluhan seperti di atas? Nampak familiar, tapi bukan orang-orang tua di masa modern sekarang saja yang mengeluh seperti itu,

        quote tersebut ternyata datang dari Socrates, filsuf Yunani, lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Nampaknya hal tersebut sudah menjadi aspek abadi dalam tatanan masyarakat. Akan selalu ada anak-anak muda, dan orang-orang yang lebih tua yang mengeluh tentang mereka. Sebaliknya, anak-anak muda ini juga mengeluhkan bahwa generasi yang lebih tua tidak mengerti tentang mereka. Bahkan akhir-akhir ini, kefrustrasian anak muda terhadap generasi yang lebih tua ini menjadi

        catchphrase dan meme yang viral “Ok, boomer”, sebuah istilah sarkasme bahwa mereka mengiya-iyakan saja ketika generasi yang lebih tua ini sedang mengeluhkan tingkah mereka, mengucapkan sesuatu yang cringey, atau sedang menyombongkan hal–hal di masa mereka muda dulu. Prediksinya, anak-anak muda yang sekarang mengatakan “

        Ok, boomer” ini akan menua juga dan mulai mengeluhkan anak-anak muda di masa depan. Bahwa anak-anak muda lebih entitled, narsistik, dan tidak mandiri. Ini adalah siklus yang akan kita ulangi terus menerus. Namun, kenapa? “Sepertinya ada masalah memori,” ungkap John Protzko, seorang psikolog dari University of California Santa Barbara, seperti dilansir dari

        Discover Magazine. “Tik memori yang terus berulang, generasi ke generasi.” Protzko dan koleganya menerbitkan sebuah jurnal di

        Science Advances yang mencoba untuk mencari tahu kenapa bias “anak-anak zaman sekarang” bertahan sepanjang zaman. Dari penelitian mereka terungkap bagaimana memori manusia bekerja (dan apa yang tidak), dan bagaimana evaluasi negatif kita terhadap orang lain mengungkap tentang diri kita. Penelitian dimulai dengan pemilihan orang-orang dewasa secara acak untuk menilai kecerdasan, rasa hormat, dan kebiasaan membaca remaja masa kini. Seperti diduga, responden memiliki keluhan yang sama seperti Socrates. Anak-anak zaman sekarang itu

        songong dan lebih ‘bodoh’. Kemudian para peneliti meminta partisipan untuk menilai diri mereka sendiri dalam karakteristik yang sama. Hasilnya menunjukkan pola yang menarik: semakin tinggi seseorang menilai diri mereka, semakin rendah mereka menilai anak-anak muda. Dalam survey ini, Protzko mempertanyakan kenapa dari generasi ke generasi, orang dewasa selalu berasumsi anak-anak muda zaman sekarang lebih buruk dari anak-anak muda di masa lalu? Padahal, mereka juga ‘kan pernah merasakan menjadi kaum ‘

        young and reckless’, bertingkah seenaknya, dan dijulidin oleh generasi sebelum mereka. Orang dewasa (diharapkan) berperilaku lebih baik dan lebih berpengetahuan daripada ketika mereka masih muda. Terbukti, ilmu kepribadian menemukan bahwa, secara umum, orang menjadi lebih bertanggung jawab dan berhati-hati seiring bertambahnya usia. Tanpa data, sesungguhnya menggeneralisir individu dalam setiap generasi berdasarkan kohort usia sama saja seperti menggeneralisir individu berdasarkan zodiaknya. Padahal, setiap individu adalah unik dan memiliki kepribadian sendiri. Tetapi temuan ini juga merupakan pengingat yang berguna bagi kita yang seolah melihat generasi yang lebih muda di kaca spion. Penilaian kita terhadap orang-orang muda hampir pasti dirusak oleh penilaian kita sendiri yang salah tentang karakter dan masa lalu kita sendiri. Menyadari bias dapat membantu kita mengoreksinya dan menghindari menjadi orang tua pemarah klise yang

        julid kepada "anak-anak zaman sekarang", dan kehilangan kesempatan untuk bisa memanfaatkan bakat dan insight dari mereka.

        • Suka
        • Bagikan
          • Lapor
        • Memuat artikel lainnya...