• Memeriksa...
  • MORAL, Sebuah Eksperimen Fashion Anak-anak Muda

        MORAL, Sebuah Eksperimen Fashion Anak-anak Muda

        MORAL adalah fashion brand hasil kreasi anak-anak muda yang mengusung konsep unisex contemporary label. Kami mengobrol dengan Andandika Surasetja sebagai Founder dan Creative Director dari MORAL.

        Bagaimana awal terbentuknya MORAL? Siapa saja yang berperan? Konsep awal MORAL tercetus di tahun 2012 dan dirilis pertama kali pada Februari 2013, berawal dari

        menswear yang menawarkan essential pieces seperti t-shirt, sweatshirt, dan hoodie - kemudian telah bertransformasi menjadi unisex contemporary label sejak 2016 dan terus berkembang hingga kini. Saat ini saya memiliki dua rekan utama. Radhitio Anindhito bergabung di tahun 2017 kini berperan sebagai Brand Director, dan Michael Eddy yang membantu pengembangan bisnis bergabung pada 2021.

        Di umur berapa waktu itu memutuskan membuat MORAL? Antara usia 23 ke 24 tahun. Selepas kuliah dari jurusan ilmu jurnalistik saya langsung membuat konsep MORAL, dalam perjalanannya saya bekerja di majalah

        fashion dan lifestyle untuk mencari pengalaman dan memperluas networking sambil terus bereksperimen di MORAL. Tahun 2016 saya resign dan fokus untuk mengembangkan MORAL secara lebih konseptual. Apa filosofi di balik brand MORAL? MORAL

        stands for “moral of the story” - karena setiap koleksi memiliki narasi tersendiri baik berdasarkan pengalaman maupun perspektif terhadap suatu isu tertentu. Setiap garis desain, pemilihan material, hingga details dan finishing memiliki pesan-pesan tersendiri. Apa harapannya untuk MORAL waktu itu? Apakah sudah terwujudkan? Tentu saja secara bisnis ingin terus berkembang menjadi besar. Apakah sudah terwujud? Mungkin sebagian sudah. Beberapa kali

        international showcase, checked. Kolaborasi dengan brand besar baik lokal maupun internasional, checked. Saya rasa MORAL terus berkembang tapi hingga kini saya masih belum merasa besar - yang saya yakin, MORAL selalu punya potensi untuk terus maju.

        Dari menswear, kenapa sekarang merambah ke produk yang lebih unisex? Perkembangan itu bagian dari

        self discovery. Bagi seseorang yang tidak memiliki latar belakang formal di industri fashion - kecuali short courses program, butuh waktu bagi saya untuk belajar secara otodidak. Karena menjadi seorang desainer berarti mengemban tanggung jawab atas karya yang dibuat - proses itu yang kemudian mendewasakan saya, baik secara personal maupun secara profesional. Dalam perjalanan MORAL ada satu perspektif yang membuka mata saya bahwa

        fashion gives you liberation. Di MORAL saya ingin agar setiap individu dapat bebas mengekspresikan identitasnya tanpa batasan gender. Maka dari itu saya membaurkan batasannya. Rok bagi pria mengapa tidak? Setelan suit bagi wanita, tentu saja! Poin utamanya, lewat MORAL saya ingin berbagi spirit.

        Apa saja penghargaan yang sudah diraih? Di tahun 2017 MORAL terpilih menjadi

        the most innovative local brand dari New Fashion Force Award di Jakarta Fashion Week. Di tahun selanjutnya saya terpilih sebagai first runner-up di Asia Newgen Fashion Award 2018 dari Harper’s Bazaar se-Asia yang berlangsung di Singapura. Tapi penghargaan yang paling tak ternilai tentu buat saya adalah ketika seseorang mengenakan pakaian MORAL dan mereka merasa bangga. Itu benar-benar

        priceless.

        Apa saja tantangan yang dihadapi? Banyak! Hahaha… Namanya bisnis tentu ada naik turun. Penipuan selama dua tahun berturut-turut berdampak pada kerugian mencapai milyaran rupiah dan nyaris membuat kami bangkrut. Tapi kami selalu mencari jalan untuk bertahan. Pun ketika pandemi melanda, MORAL harus beradaptasi dan bertransformasi. Tanpa Radhitio dan Michael di sisi saya, MORAL tidak akan bisa bertahan hingga sekarang.

        Pernah mengalami keraguan nggak? Kerugian mengakibatkan keraguan. Hahaha… Jujur saya pernah hidup dalam keragu-raguan.

        I always feel insecure about myself. Ragu sebagai desainer, iya! Ragu sebagai pengusaha, juga iya! Kembali ke poin saya sebelumnya, sebagai seorang individu saya terus berkembang. Saya tentu pernah salah dan gagal berkali-kali, tapi saya tidak pernah menyerah. Jadi apa yang bisa saya bilang, pada akhirnya, saya hanya terus belajar dan mencoba berusaha untuk melakukan segala sesuatunya dengan lebih baik. Masalah nanti hasilnya benar atau salah, itulah pelajaran saya selanjutnya.

        Never stop learning.

        What's next for MORAL? Mimpi masih banyak.

        Manifesting. Saya ingin bergabung dengan showroom dan melakukan fashion show di London. Sesegera mungkin ketika ada kesempatan.

        Apa sih pandangan kamu mengenai passion?

        Passion itu seperti api yang menjadi bahan bakar. Dia bisa mengantarkanmu ke tempat yang kau tuju, bahkan lebih jauh lagi - ke tempat yang tidak terduga sebelumnya. Tapi konsep tersebut hanya akan terjadi apabila kita mampu mengelolanya dengan baik. Passion tanpa purpose hanya akan membakar dirimu sendiri dan menghanguskan segalanya. Pun jika kamu hidup tanpa passion - semua akan terasa gelap.

        Apa pesan kamu untuk anak-anak muda yang ingin berkarya sesuai passion mereka? Sekalipun

        passion yang kita miliki sangat besar dalam apa yang kita lakukan. Dalam berkarir atau berkarya, seringkali kita akan dihadapkan pada situasi yang buruk - bahkan seolah-olah tanpa jalan keluar dan mungkin kamu merasa hampir putus asa. Tapi apa yang pernah terjadi pada saya, dalam titik terendah sekalipun selalu ada jalan. Kita hanya perlu “sedikit” menunggu dan bersabar, atau kadang-kadang… When there’s nothing left to burn you have to set yourself on fire.

        • Suka
        • Bagikan
          • Lapor
        • Memuat artikel lainnya...