• Memeriksa...
  • Hati-hati! 5 Gaya Pola Asuh ini Bisa Melukai Inner Child pada Anak

        Hati-hati! 5 Gaya Pola Asuh ini Bisa Melukai Inner Child pada Anak

        Jangan anggap sepele, ada beberapa perilaku kita sebagai orang tua yang bisa menimbulkan luka batin atau melukai inner child dalam diri anak. Efeknya bisa terbawa hingga jangka panjang. Rima, seorang ibu muda yang berusaha keras untuk bisa menerapkan

        positive parenting atau pengasuhan positif pada kedua buah hatinya. Pola asuh yang bisa dilakukan secara suportif, konstruktif, dan menyenangkan. Sehingga ia tidak meninggalkan luka dan pengalaman yang kelak membuat anak-anaknya trauma. Keinginan ini terasa begitu kuat. Sebab, dirinya tidak ingin mengulang sejarah kembali. Sebagaimana ia dulu dibesarkan oleh orang tua yang mendidiknya dengan menggunakan kekerasan. Anehnya, semakin keras ia berusaha untuk tidak melakukannya, tanpa sadar Rima justru melakukan yang serupa dengan orang tuanya. “Ada apa dengan saya? Saya sudah berusaha mati-matian agar tidak mendidik anak-anak seperti saya dididik. Tapi kenapa sering kali saya mengulang yang dulu ibu saya lakukan? Saya sulit mengendalikan emosi. Saya begitu marah, dan tidak mampu mengontrolnya. Kenapa bisa begini?” Tidak hanya Rima, mungkin masih ada puluhan bahkan ratusan ibu lainnya yang mengalami hal serupa dengan Rima. Apakah kamu sedang merasakannya juga? Belakangan ini, istilah

        inner child ramai diperbincangkan. Apa yang dimaksud dengan inner child? Apa hubungannya dengan emosi, pengalaman masa lalu dan pola asuh? Sejauh mana inner child mempengaruhi kehidupan kita saat ini? Bagi yang belum tahu,

        inner child merupakan kumpulan pengalaman masa kecil yang tidak terselesaikan dengan baik yang mana efeknya akan terasa saat kita merespon sesuatu dewasa ini. Dengan kata lain, karakter termasuk bagaimana emosi seseorang bisa terbentuk dengan adanya inner child. Secara psikologi,

        inner child bisa diartikan sebagai kumpulan pengalaman masa kecil yang tidak terselesaikan dengan baik. Akibatnya bisa berdampak pada pembentukan karakter dan bagaimana ia bersikap setelah dewasa. Hal ini akan terlihat lewat reaksi atau perilaku pada saat merespon sesuatu. Dalam hal ini dr. Santi Yuliani, Sp.KJ menjelaskan,

        inner child adalah kumpulan pengalaman masa kecil yang telah dirasakan dan belum terselesaikan dengan baik. Hal ini ternyata bisa bisa memengaruhi bagaimana diri kita bertindak dan memberikan respon saat dewasa. Artinya, karakter termasuk bagaimana emosi seseorang bisa terbentuk dengan adanya inner child. "Selama ini

        inner child memang banyak dihubungkan dengan sesuatu yang negatif, seperti luka dengan luka batin negatif yang begitu menyakitkan. Tapi sebenarnya, inner child ini tidak selalu negatif. Ada juga yang yang positif, misalnya bagaimana kita mampu mengelola emosi dengan baik. Ini bisa terbentuk karena pengalaman masa kecil yang positif.” Lewat pemaparan dr. Santi maka semakin menegaskan pola asuh yang kita terapkan pada sang buah bisa memunculkan inner child dalam diri, baik yang positif maupun negatif. “Pada saat seorang anak sering kali merasa sendirian, takut dan sedih karena tidak adanya dukungan, perhatian ataupun kasih sayang dari orang tua, kondisi ini akan menghasilkan perasaan tertinggal dan rasa takut ketika ia tumbuh dewasa. Sementara, seseorang yang merasa aman, mendapat dukungan dan merasa dicintai di masa kecilnya, saat ia tumbuh dewasa akan memiliki pengalaman positif yang membentuk karakternya.” Pertanyaan selanjutnya, apa yang bisa bisa orang tua lakukan untuk mencegah terbentuknya

        inner child yang memunculkan luka batin pada anak?

        Pola asuh yang bisa menimbulkan luka batin pada anak Tidak hanya pola asuh yang menggunakan kekerasan fisik, nyatanya masih banyak tindakan yang bisa memicu timbulnya pengalaman di masa kecil kadang terbawa sampai dewasa dan menjadi

        inner child yang menghantui.

        1. Membanding-bandingkan "Kamu beda sekali dengan kakak kamu. Lihat, tuh, kakak kamu rajin sekolah, nilainya selalu di atas rata-rata. Sedangkan kamu males bukan main. Gimana mau sukses!" Hati-hati, jika sampai saat ini masih sering membandingkan. Ingat, setiap anak merupakan pribadi yang unik sehingga akan berbeda satu dengan lainnya. Lagi pula, tidak ada satu orang pun yang senang jika dirinya dibanding-bandingkan.

        2. Meremehkan "Ya ampun, begini saja nggak bisa? Nggak becus banget, sih, jadi anak! Otaknya dipakai, dong." Tak berbeda jauh dari membandingkan, pola asuh meremehkan anak juga bisa menimbulkan luka pada anak. Sekecil apa pun usahanya, hargai usaha mereka. Daripada meremehkan lebih baik berikan dorongan agar anak bisa berusaha dan melakukannya lebih maksimal lagi.

        3. Menghukum dan mempermalukan anak di depan umum Pernah tidak membayangkan bagaimana rasanya jika dipermalukan atasan di depan umum? Rasanya tentu tidak menyenangkan, ya. Hal ini pun akan dirasakan anak pada kita menghukumnya di depan orang banyak. Anak bisa malu dan merasa dipermalukan. Menganggap bahwa dirinya tidak berharga. Dampak ke depannya, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri, hingga menarik diri dari lingkungan sosial.

        4. Tidak memenuhi kebutuhan emosi Tak hanya secara fisik, anak butuh kehadiran orang tua secara emosional. Sudahkah memenuhinya? Kebutuhan emosional di sini adalah, anak utuh rasa aman, butuh ditemani, didengarkan, dilindungi diperhatikan, dan dianggap bahwa dirinya bernilai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka risikonya anak tidak merasa dicintai.

        5. Tidak Pernah Memberikan Validasi Emosi Anak Semua manusia tentu saja memiliki emosi. Pernah merasa sedih, bahagia, takut, kecewa, ataupun yang perasaan yang lainnya. Pun dengan anak-anak. Pada saat anak sedih atau merasa sakit, tidak apa-apa jika mereka menangis. Untuk itu, hindari jika memberikan komentar seperti, “Ah, masa begitu saja nangis. Nggak apa-apa, kok. Jagoan nggak boleh nangis.” Mengakui emosi anak dengan acara memberikan validasi mungkin tidak semudah yang dibayangkan, Untuk itulah, kita sebagai orang tua perlu belajar dan melatihnya. Selain untuk perkembangan emosinya, hal ini juga penting dilakukan untuk anak dan mengasah empatinya sehingga ia bisa belajar mengenali emosi orang lain dan bagaimana menyikapinya. Menjadi orang tua memang tidak pernah mudah. Meski sesekali melakukan kesalahan dengan menyadarinya dan mengingat kembali kenangan tentang masa kecil justru akan membantu diri kita menjadi orang tua yang baik.

        • Suka
        • Bagikan
          • Lapor
        • Memuat artikel lainnya...